Hari ini, 23 Maret 2015 Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
(Menkumham) Yasonna Laoly telah mengeluarkan Surat Keterangan pengesahan
nama-nama kepengurusan partai Golkar kubu Agung Laksono. Berbagai macam respon
muncul dari berbagai pihak. Pengesahan
itu seolah membuat posisi kubu Agung Laksono semakin di atas angin. Sementara ketua
umum Golkar versi munas Bali Aburizal Bakrie mencari celah untuk membatalkan
keputusan Menkumham ke PTUN.
Setelah
mengalami kemelut selama berbulan-bulan, berawal sejak pemilihan presiden 5
bulan yang lalu, Golkar mengalami gelombang permasalahan yang tak kunjung usai,
bahkan ketika Kemenkumham mengeluarkan pengesahan bagi kubu Agung Laksono
(versi munas ancol), sepertinya suhu politik internal Golkar tetap tidak
semakin dingin. Kubu Abu Rizal Bakrie (versi munas bali) belum terima terhadap
keputusan itu dan masih terus berjuang mendapat ‘kekuasaannya’ kembali.
Kubu ARB
tidak pasrah begitu saja. Melalui kuasa hukumnya, Yuzril Izha Mahendra, Golkar
versi munas bali (kubu ARB) mulai menyusun berbagai manuver untuk menghadapi
putusan Menkumham itu. Usahanya adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Yuzril mengklaim,
keputusan Kemenkumham yang mengesahkan pengurus golkar dibawah kepemimpinan
Agung Laksono merupakan suatu bentuk pengkhianatan reformasi.
Keputusan Kemenkumham
mengeluarkan SK tersebut, dapat dianggap sebagai sebuah intervensi politik dari
pemerintah terhadap permasalahan internal Golkar. Terkait keputusan Mahkamah
Partai yang tidak memutuskan kemenangan salah satu pihak karena posisinya yang
imbang, sehingga Mahkamah Partai Golkar menganjurkan agar perseteruan dua kubu
itu, diselesaikan secara musyawarah atau di tingkat peradilan umum. Di saat
proses tersebut masih berjalan, tiba-tiba Kemenkumham mengeluarkan keputusan
yang nampak ‘aneh’ dengan melegitimasi
bahwa kubu Agung Laksono merupakan pengurus partai yang sah.
Sebagai seorang menteri yang posisinya berada
di dalam pemerintahan, keputusan Menkumham bisa jadi merupakan keputusan yang
strategis untuk memperkuat posisi pemerintah. Posisi Golkar versi ARB yang
tergabung dalam KMP sejak awal tidak mendukung pemerintah Jokowi-JK, sehingga dengan keputusan Menkumham tersebut, secara
strategis melemahkan KMP sebagai oposisi pemerintah dan memperkuat
pemerintahan, dalam hal ini KIH.
Seusai gelaran
pemilihan presiden memang menyisakan gejolak di dalam internal beberapa partai
politik. Selain Golkar, sebelumnya juga terjadi dualism kepemimpinan di Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang hingga kini polemiknya masih belum selesai
karena terdapat dua keputusan. Pada saat kemenkumham mengesahkan kubu
Romahurmuziy, justru PTUN memenangkan kubu Djan Faridz. Putusan Kemenkumham
terhadap Golkar kali ini bisa dibilang menjadi kedua kalinya Kemenkumham ‘jatuh
di lubang yang sama’. Pada saat proses
hukum masih berlangsung seharusnya Kemenkumham tidak boleh mengeluarkan
keputusan apapun.
Kemenkumham seharusnya berada pada posisi yang
netral, legalistik, dan defensif, mengabaikan kepentingan politik tertentu,
sekalipun itu partai koalisi pemerintah. Dengan mengeluarkan surat keputusan
yang memenangkan kubu Agung Laksono, Kemenkumham dinilai telah terlalu jauh
memasuki wilayah politik.
Dikutip dari antaranews, Pengamat Politik LIPI Firman
Noor menyatakan "Perilaku pemerintah menunjukkan cara-cara Machiavelian,
yaitu menghabisi lawan-lawan politik untuk mempertahankan kekuasaan dengan
cara-cara yang dipertanyakan legalitasnya," tuturnya. Dia mengatakan
terdapat standar ganda yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM dalam menyikapi
konflik di PPP dan Partai Golkar yang pada akhirnya dipertanyakan oleh publik.
Saat
ini merupakan ujian terberat yang harus dihadapi partai golkar dalam 4
dasawarsa terakhir. Beberapa konflik yang dihadapi sebelumnya dapat diatasi
dengan baik. Sebagai partai yang paling tua di indonesia, seharusnya partai
golkar dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik. Apabila golkar dapat
menyelesaikan masalah ini dengan baik, tentu akan ditiru oleh partai lain dalam
menghadapi permasalahan yang sama. Akan tetapi apabila Golkar gagal
menyelesaikan masalah ini dengan baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap golkar pasti akan hilang begitu saja.
Mungkin islah bukan pilihan yang terbaik untuk
saat ini, tetapi golkar harus tetap dipertahankan. Bisa saja setelah konflik
ini terjadi akan muncul penyusul Hanura, Gerindra, dan Nasdem yang aktor
utamanya merupakan mantan darah kuning. Atau mungkin akan muncul Golkar
Perjuangan hehehehe….
Tag :
Polhuk
0 Komentar untuk "Perang Baratayuda Elit Golkar"