Dalam beberapa
waktu terakhir, media sosial di indonesia ramai membicarakan tentang kasus yang
terjadi antara Komjen Pol. Budi Gunawan dengan KPK. Pasalnya, beberapa saat
sebelum fit and proper test sebagai
calon tunggal Kapolri, pada tanggal 13 Januari 2013, Budi Gunawan ditetapkan
sebagai tersangka atas dugaan kepemilikan ‘rekening gendut’ oleh tim penyidik
KPK. Sebagai reaksi atas terjadinya hal tersebut, Budi Gunawan didampingi tim
penasihat hukumnya mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jaksel
terhadap KPK, hal tersebut berdasarkan pada anggapan bahwa penetapan tersangka
terhadap dirinya yang dilakukan oleh
KPK, tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dan mempunyai dasar hukum yang
lemah.
Pemberitaan
mengenai hal tersebut, memicu munculnya berbagai macam asumsi di masyarakat.
Sejak awal, pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri memicu
bermacam macam reaksi, salah satunya dari ICW yang menolak pencalonan Budi
Gunawan sebagai calon kapolri karena dinilai mempunyai rapor merah dan diduga
kuat terlibat dalam permasalahan korupsi.
Asumsi publik yang lahir yaitu bahwa penetapan
Budi Gunawan sebagai calon Kapolri dinilai sarat dengan kepentingan politik,
mengingat Budi Gunawan merupakan orang yang dekat dengan Megawati. Meskipun tidak
secara langsung menduduki posisi strategis pemerintahan, Megawati yang tak lain
sebagai petinggi partai penguasa mempunyai peran yang besar dalam berbagai
kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi, banyak dugaan bahwa pencalonan
Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri merupakan salah satu bentuk politik
balas budi sehingga banyak pihak pun mulai meragukan kredibilitas Budi Gunawan.
Kejanggalan Sidang Praperadilan Budi
Gunawan
Tanggal 20
Januari 2015 proses hukum pengajuan gugatan Budi Gunawan ke Pengadilan memasuki
tahap persidangan. Sidang praperadilan kali ada yang istimewa karena yang mengajukan adalah seorang calon kapolri yang
jadi tersangkan sebelum sempat dilantik. Dan yang aneh lagi mengapa yang
menjadi hakim dalam sidang ini Saprin Rizaldi? Ada apa dengan hakim yang satu
ini.
Dalam dunia hukum
indonesia, nama Saprin Rizaldi bukan sosok yang asing lagi karena hakim yang
satu ini pernah dilaporkan oleh ICW ke Komisi Yudisial di awal gugatan pra peradilan
Budi Gunawan diajukan. Selain itu, Saprin juga pernah dilaporkan 8 kali ke
Komisi Yudisial terkait kasus suap, anehnya KY sendiri dikabarkan justru malah
mendukung Saprin. Jadi sejak awal ada yang tidak beres dengan sidang
praperadilan yang menangani kasus Budi Gunawan ini.
Kembali ke sidang
praperadilan Budi Gunawan, sejak sidang pra peradilan berlangsung maraton
tanggal 9 hingga 13 Februari 2015 dengan memberikan kesempatan kedua pihak,
Budi Gunawan dan KPK untuk menyampaikan argumentasinya disertai bukti, para
saksi, dan saksi ahli. Berdasarkan persidangan tersebut, putusan disampaikan
pada tanggal 13 Februari 2013 dengan putusan “Penetapan status tersangka
terhadap Budi Gunawan oleh KPK adalah tidak sah dan tidak mempunyai ketetapan
hukum mengikat”. Atas putusan tersebut, akhirnya menimbulkan reaksi dari
berbagai media dan masyarakat, banyak yang menilai bahwa putusan tersebut tidak
tepat, putusan tidak teliti, dan mengabaikan berbagai hal dalam
perundang-undangan.
Putusan Hakim Saprin Menciderai
Konstitusi
Putusan hakim
Saprin telah menciderai konstitusi Indonesia, merusak tatanan hukum dan
memberikan pelajaran buruk bagi orang-orang yang terlibat dalam kasus hukum,
melemahkan kewibawaan para penegak hukum karena orang-orang yang ditetapkan
sebagai tersangka akan melakukan gugatan praperadilan, meskipun sebenarnya
aturan tentang pra peradilan telah diatur dan diperbolehkan dalam
perundang-undangan, dipastikan orang-orang yang telah ditetapkan sebagai
tersangka, dapat membatalkan status tersangkanya melalui praperadilan.
Oleh karena itu,
KPK diharapkan dapat melakukan upaya hukum atas putusan Pengadilan Negeri
tersebut, salah satunya adalah mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung agar melakukan sidang kembali karena putusan tersebut mempunyai banyak
kelemahan dan kejanggalan, bahkan ICW menilai adanya intervensi dalam putusan tersebut.
Putusan tersebut
tentunya memuaskan kubu Budi Gunawan karena tuntutan yang digugatkan kepada KPK
dikabulkan oleh hakim PN Jaksel. Akan tetapi, putusan tersebut dikhawatirkan
akan menjadi bumerang bagi Polisi sendiri. Sebagai penegak hukum, polisi akan
berurusan dengan berbagai macam tindak pidana dan pelanggaran hukum. Suatu
ketika dalam suatu proses penegakan hukum, orang yang telah ditetapkan sebagai
tersangka oleh Polisi, akan mengajukan gugatan praperadilan, akibatnya justru
polisi yang akan menerima imbasnya dan kewibawaan hukum menjadi semakin rendah,
selain itu juga Pengadilan Negeri yang akan menerima lebih banyak gugatan
menjadi dampak yang mungkin ditimbulkan dari kejadian ini.
Banyak pihak yang
menyayangkan saat terjadinya perseteruan antara kubu Budi Gunawan (Polri)
dengan KPK, Presiden tidak mengambil sikap yang tegas sehingga masalah yang
terjadi semakin besar. Munculnya berbagai macam masalah baru setelah penetapan
tersangka oleh KPK disebabkan karena tidak adanya kebijakan dari Presiden dalam
melakukan fungsi control terhadap aparat Negara. Setelah adanya putusan
tersebut, publik mengharapkan presiden diharapkan segera mengambil keputusan
untuk melantik Budi Gunawan, karena berdasarkan putusan praperadilan, status
tersangka yang sebelumnya disandang telah dihapus dan sebelumnya DPR juga telah
menyetujui pelantikan Budi Gunawan. [Joko/Trendezia]
Akan tetapi,
permasalahan baru kembali muncul setelah Presiden Jokowi mengumumkan bahwa
dirinya telah memilih Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri menggantikan Budi
Gunawan. Dalam hal ini, perjalanan kisah calon Kapolri menjadi semakin dramatis,
Budi Gunawan yang awalnya diajukan oleh Jokowi, akhirnya juga dibatalkan oleh
Jokowi sendiri. Menanggapi hal tersebut, DPR mengungkapkan kekecewaannya atas
keputusan tersebut, karena tidak ada alasan untuk tidak melantik Budi Gunawan karena
permasalahan hukum yang sempat menghambat, kini telah selesai. [Joko/Trendezia]
Tag :
Polhuk
0 Komentar untuk "Mafia Peradilan Hancurkan Indonesia"