Bagi
masyarakat luas, sepak bola dipandang sebagai hal yang telah mendarah daging.
Di kantor-kantor, sekolah, kampus, pasar, pos ojek, dan sarana publik lainnya,
masyarakat tak henti-hentinya membincangkan tentang sepak bola, baik nasional
maupun internasional. Hal tersebut, menunjukkan masih besarnya antusiasme
masyarakat terhadap olah raga ini.
Berbicara tetang
sepak bola di Indonesia memang telah melewati sejarah panjang hingga saat ini
Indonesia telah mempunyai gelaran rutin dan terbesar di Indonesia yaitu ISL. ISL
adalah kompetisi sepak bola antar klub profesional level
tertinggi di Liga Indonesia yang diawali pada tahun 2008 dan
masih berlangsung hingga saat ini. ISL
diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia yang dimiliki oleh PSSI. ISL dikuti 20 tim
terbaik nasional yang akan saling bertanding satu putaran penuh kompetisi.
Sistem operasi ISL yaitu untuk setiap klub peserta dengan promosi dari Divisi Utama dan berbagai macam kompetisi
di bawahnya.
Pada musim 2009–201010 AFC menobatkan Liga
Super Indonesia adalah liga terbaik peringkat ke-8 se-Asia, dan liga terbaik
se-Asia Tenggara. Pada tahun 2011, setelah serangkaian kisruh dan kontroversi penyelenggaraan
Liga Primer Indonesia, PSSI kemudian
menggantikan LSI dengan Liga Prima Indonesia (IPL). Sebagian klub
ISL yang tidak setuju dengan penyelenggaraan IPL kemudian tetap
menyelenggarakan Liga Super Indonesia 2011–2012.
Penyelenggaraan
ISL Harus di Perbaiki
Pada tahun
2015 ini, Penyelenggaraan ISL masih belum menemui kejelasan, hal tersebut
menyusul adanya peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga melalui BOPI (Badan
Olahraga Profesional Indonesia). Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Menteri
Pemuda dan Olahraga terkait rekomendasi dari BOPI yang menyatakakan bahwa
beberapa klub peserta ISL 2015 masih bermasalah secara administratif seperti
seperti surat bebas tunggakan gaji, NPWP, kontrak pemain serta status pemain
asing.
Keputusan tersebut memicu berbagai reaksi dari
berbagai pihak, seperti ketua PSSI Djohar Arifin yang menyatakan bahwa
penundaan jadwal kick off ISL akan menimbulkan banyak kerugian, mencakup
materi, program pelatihan, sengketa klub dan sponsor, kontrak pemain yang
durasinya akan lebih panjang, sementara gaji yang diterima tetap. Meskipun
begitu, banyak pihak yang menyatakan tidak masalah, karena adanya penundaan
tersebut justru dianggap menguntungkan
karena waktu latihan lebih panjang dan persiapan akan lebih matang.
Isu penundaan
penyelenggaraan ISL 2015 tersebut juga mengundang reaksi dari netizen dan pengguna social media. Berdasarkan data yang
dihimpun system Band-IT pada tanggal
25 Februari 2015, terdapat sekitar 18
percakapan di social media yang membahas tentang pemberitaan penundaan
penyelenggaraan ISL tersebut yang mana terdapat statistik 7.7% memberikan
respons bernada positif dan 7.8% bernada negative.
Respons
positif yang diberikan terhadap adanya penundaan penyelenggaraan ISL itu bukan
tanpa alasan. Pasalnya, dari tahun ke tahun, penyelenggaraan ISL selalu
menyisakan berbagai permasalahan, seperti penunggakan gaji pemain berbagai
permasalah ijin tinggal pemain asing di Indonesia. Sehingga Kementerian Pemuda
dan Olahraga memang sudah seharusnya berbenah, memperketat peraturan
pelaksanaan Liga terbesar di Indonesia tersebut, agar nantinya tidak terjadi
lagi permasalahan-permasalahan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Permasalahan
terkait ditundanya ‘kickoff’ pelaksanaan ISL adalah adanya kenyataan bahwa
gelaran ISL di Indonesia selalu terkait dengan banyak pihak. Pelaksanaan ISL
tidak semata-mata pertandingan antar klub, akan tetapi lebih mencakup berbagai
aspek bisnis dan industrialisasi yang terjadi di dalamnya. Aspek bisnis dalam
industrI sebakbola tersebut mencakup nilai transfer pemain, termasuk agen-agen,
iklan, sponsor, hak siar, penjualan tiket, merchandise,
donasi dari para pecinta bola dan lain sebagainya, sehingga dengan adanya
penundaan tersebut menyebabkan pihak-pihak tersebut merasa khawatir dan merasa
dirugikan.
Mundurnya
jadwal pelaksanaan ISL juga dikhawatirkan akan mengganggu jadwal pelaksanaan
liga olahraga lainnya di Indonesia. Hal yang paling mendasar dari ditundanya
pelaksanaan ISL adalah internal klub, yaitu faktor mental dan psikologis yang
dialami pemain, para pemain sebelumnya telah mempersiapkan diri untuk gelaran
ISL pada tanggal 21 Februari 2015, akan tetapi, karena ditundanya pelaksanaan
ISL, memaksa para pemain untuk mempersiapkan mental dan psikologisnya dari
awal.
Solusi
Adanya
berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan ISL ini dapat dinilai
mempunyai efek positif dan negative, efek positif yang diperoleh adalah
persiapan yang lebih matang, sementara kerugian yang diperoleh yaitu pada sisi
psikologis internal tim, termasuk para pemain, dan berupa material mengingat
sepak bola kini sudah masuk dalam ranah bisnis.
Untuk mengatasi hal tersebut, ketegasan pemerintah diperlukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Pihak-pihak terkait seperti PSSI, BOPI, PT.
LSI, DPR-RI bahkan Presiden RI seharusnya segera mengambil sikap untuk
meminimalisasi kerugian-kerugian yang kini terjadi, lebih mendasar agar permasalahan
tersebut tidak dianggap sebagai suatu kemunduran dalam sejarah panjang
persepakbolaan di Indonesia. (Yogi trendezia)
Tag :
lifestyle
0 Komentar untuk "Ricuh Penyelenggaraan ISL, Siapa Yang Salah?"