Hari ini di berbagai berita dan
kejadian dari penjuru dunia dapat dengan cepat kita ketahui, terkadang jauh
lebih cepat daripada pemberitaan media-media massa. Berita-berita itu dapat
dengan cepat dan mudah kita akses melalui smartphone,
twitter, blog, instagram, broadcast chat, dan lainnya. Perkembangan teknologi
informasi, khususnya internet, memungkinkan terjadinya media baru (new media)
termasuk di dalamnya, jurnalisme warga di masyarakat. Memperoleh berita,
bertukar pikiran, dan berekspresi dapat dilakukan siapa saja di media sosial.
Bahkan media massa sudah menunjukkan kekuatannya yang begitu besar. Tidak hanya
kepentingan yang bersifat personal, media sosial mulai menyentuh aspek politik,
dan kenegaraan, secara formal maupun non formal. Bahkan, beberapa sumber menyebutkan
bahwa sosial media berpengaruh besar terhadap pemenangan presiden kita dalam
pemilu 2014 yang lalu. Oleh karena itu,bukan menjadi hal yang aneh apabila
sosial media sudah menjadi ujung tombak marketing dalam bisnis di Indonesia.
Menurut data wearesocial.org (2014)
terdapat 38 juta pengguna internet aktif di seluruh Indonesia, atau sekitar 15%
dari seluruh populasi warga Indonesia. Persebarannya adalah 93% dari seluruh
pengguna internet tersebut menggunakan facebook, 80% menggunakan twitter, 74% menggunakan
google+, 39% menggunakan Linked-In, dan
sebanyak 32% menggunakan instagram. Berdasarkan data tersebut, 74%-nya
mengakses sosial media melalui handphone. Dapat dibayangkan betapa cepatnya
informasi yang dapat diakses oleh masyarakat pengguna internet yang sebagian
besar adalah anak muda. Berdasarkan data di atas, maka menjadi hal yang wajar
apabila media sosial dianggap sebagai alat yang paling cepat menyampaikan
informasi, sehingga banyak yang memanfaatkannya sebagai ujung tombak bisnis, dan marketing.
Fakta tersebut, sudah seharusnya dimanfaatkan
kementerian Pariwisata Indonesia untuk menggunakan cara formal non-konvensional
untuk mempromosikan pariwisata Indonesia, salah satunya dengan sosial media
dengan melibatkan travel blogger, travel fotografer, forum diskusi traveler, dan
aktivis sosial media lainnya. Sosial media, seharusnya dapat dipakai sebagai
terobosan yang efektif untuk mengenalkan ‘produk’ pariwisata Indonesia kepada
dunia. Selain mudah dan murah, strategi ini mempunyai jangkauan yang lebih luas
dan menjadi solusi adanya keterbatasan anggaran negara. Kerjasama antara kementerian pariwisata,
dengan para pegiat sosial media itu, harusnya dikaji lebih lanjut untuk
menentukan langkah yang lebih serius.
Saat ini, banyak sekali traveler yang ‘rajin’ mengeksplorasi
tempat-tempat wisata di Indonesia beserta keunikan budayanya, kemudian para
men-share tulisan berupa cerita
perjalanan, tips & trik serta berbagai informasi melalui blog dan berbagai
media sosial lainnya. Hal itu tentunya akan merangsang orang-orang dari dalam
maupun luar negeri yang melihatnya untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut. Gagasan
mengenai kebijakan non-konvensional itu tentunya harus disetarakan dengan
penyadaran terhadap masyarakat Indonesia agar “melek IT” sehingga dapat
melibatkan banyak pihak.
Dapat diambil beberapa contoh konkret
di Indonesia tentang destinasi wisata yang menjadi terkenal sebagai dampak penggunaan
sosial media oleh masyarakat. Diantaranya adalah Tebing Keraton yang terletak
di bandung. Bahkan Tebing Keraton mendapat julukan tebing instagram orang
Bandung, mungkin karena tempatnya yang fotogenic
dan bertebaran di instagram. Hal tersebut, tentunya juga berkaitan dengan angle
dan komposisi pengambilan gambar yang kemudian mempengaruhi antusiasme pembaca
dan orang yang melihat gambar tersebut. Saat ini, tebing keratin sudah menarik
pengunjung dari Bandung dan luar Bandung, bahkan dari luar negeri. Hal yang
sama juga terjadi pada Desa Wisata Kalibiru, Kulon Progo, serta puncak B29
Argosari, Lumajang yang menjadi terkenal karena sosial media.
Kementerian Pariwisata sejak beberapa
tahun terakhir secara resmi mulai merintis website untuk merepresentasikan
pariwisata Indonesia di mata dunia. website tersebut, (www.indonesia.travel)
digadang-gadang menjadi gebrakan baru mengenalkan para wisatawan dari seluruh
dunia untuk mengenal ‘wajah’ pariwisata Indonesia. Website itu telah dikelola
dengan sangat baik oleh pihak kementerian pariwisata, dapat diakses dalam 7
bahasa dan menyajikan informasi yang cukup jelas terhadap destinasi-destinasi
yang disajikan. Mengunjungi halaman awal
website tersebut, tentunya dapat menimbulkan rasa penasaran bagi orang-orang
yang mengaksesnya, foto-foto yang disajikan dengan komposisi yang sangat baik
dan menarik, membuat orang-orang yang melihatnya ingin berkunjung.
Berdasarkan hal di atas maka tidak
salah apabila kita mengambil kesimpulan, tidak selamanya sosial media selalu
mempunyai dampak yang negatif. Buktinya, apabila digarap dengan baik dan
serius, sosial media yang biasanya hanya berisi hal-hal bersifat personal
seperti keluhan dan curhatan serta ajang pamer, dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan bangsa dan Negara. Bijak menggunakan sosial media merupakan sebuah
tuntutan yang harus dipenuhi oleh seluruh penggunanya, tanpa terkecuali (yogi
trendezia)
Tag :
lifestyle
0 Komentar untuk "Media dan Pariwisata Indonesia"