Dari Begal Motor Hingga “Begal” Berparpol


Begal belakangan menjadi istilah yang ngetren, ngepop, keren dan cukup populer  . Entah siapa yang pertama kali memunculkan istilah itu. Namun, begal itu kejahatan, luar biasa malah, top hate crime kalau dalam lakon korupsi, terorisme atau narkoba. Dalam kamus, begal diartikan penyamun, perampas di jalanan. Berita media menarasikan begal sebagai kejahatan “bermotor” disertai tindak kekerasan yang sadis lagi kejam. Bahkan, belakangan istilah begal mengalami perluasan makna, ada begal anggaran, ada begal politik berlatar kuasa.

Bangsa ini tampaknya tengah menghadapi zaman begal. Wajah berbangsa dan bernegara makin kusut masai. Ibarat benang, tak jelas dari mana persoalan kusut itu harus diurai. Ada banyak parpol, tapi demokrasi makin jauh dari adab. Ada banyak politisi, tapi politik kita tak juga makin bermartabat. Konflik berlatar kuasa dan uang menodai berpartai politik sebagai amalan keluhuran dan kebajikan. Urusan memenuhi misi demokrasi tergantikan oleh pamrih-pamrih picisan dan nafsu rendah kekuasaan.

Idealisme berpartai merapuh karena ulah elite politik yang gemar merayakan konflik: saling gugat-menggugat, begal-membegal. Begal motor layak dipidanakan, tetapi “begal” berparpol? Ah entah institusi mana yang sanggup “menindaknya”. Simaklah, konflik berkepanjangan di partai Golkar. Pengalaman berpolitik sejak zaman Orde Baru hingga era reformasi yang kita anggap makin demokratis, ternyata tak sanggup meredam kekacauan internal mereka secara lebih elegan.

Kabar terakhir Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Munas Ancol Jakarta yang diketuai Agung Laksono. Keputusan ini diambil berdasarkan amanat Mahkamah Partai Golkar. Tapi, keputusan tersebut tampaknya belum bisa menyatukan friksi yang terjadi di tubuh partai beringin tersebut. Perang dingin dengan kubu Munas Bali yang diketuai Aburizam Bakrie terus berlanjut. Golkar masih terpecah dan kehilangan arah. Kasus yang hampir sama sebelumnya juga terjadi pada PPP.

Praktik begal berpolitik makin menemukan bentuknya ketika dua kubu Suryadharma Ali dan Romahurmuzy bertentangan sikap yang kemudian berakhir pada aksi saling menggugat dan saling memecat. Rekonsiliasi makin sulit. Kita tidak tahu persis sampai di mana perkembangan partai Ka’bah itu. PAN yang baru menyelesaikan kongres di Bali awal Maret 2015 kini juga terlihat mulai terlanda friksi antara kubu Zulkifli Hasan yang menang dan loyalis Hatta Rajasa. Timbulnya friksi politik di tubuh PAN memang terlihat lebih halus, tidak banyak terekspos media. Namun, kita yakin politisi bermental begal tampak bersemayan di sana.

Friksi juga mulai terlihat di Partai Demokrat. Partai pimpinan mantan Presiden SBY yang berencana menyelenggarakan kongres pada Mei 2015 ini mulai terbelah antara kubu yang ingin SBY tetap menjadi ketua umum dan kubu Forum Komunikasi dan Deklarasi Partai Demokrat yang menolak SBY kembali memimpin partai. Aksi begal-membegal bukan tidak mungkin juga akan melanda partai berlambang segitiga mercy itu, bahkan mungkin melanda partai-partai lain ketika nanti menyelenggarakan kongres, memilih pucuk pimpinan mereka.

Kita telah sekian lama meninggalkan rezim Orde Baru. Zaman itu kita kutuk sebagai rezim sentralistik, otoriter, elitis, dan dispotik. Tetapi sampai hari ini secara tidak sadar ajaran-ajaran itu masih mengalir dalam alam pikiran dan aliran darah kita. Reformasi kelembagaan berpartai telah berlangsung sejak 1998, tapi reformasi budaya berpolitik terlupakan – sengaja dilupakan. Budaya politik lama semacam otoritarianisme dan nepotisme politik masih bertahan dalam berbagai ekspresinya, termasuk tren begal politik berpartai.

Membegal lawan politik seolah menjadi budaya (baru) berpartai di negeri ini. Budaya begal berpartai menyeret kita untuk merenung kembali tentang bagaimana bangsa ini menjelaskan masa depannya. Sementara, cerita yang berkembang saat ini bukanlah kewarasan bernalar, bukan pula kesadaran untuk beradab, tetapi perayaan berpolitik begal. Dari begal motor sampai “begal” berparpol.


Tag : Polhuk

Related Post:

0 Komentar untuk "Dari Begal Motor Hingga “Begal” Berparpol"

Back To Top