Menunggu Terobosan Jokowi, Hati-hati ditikungan terakhir

Kegaduhan politik antara KPK dan Polri ini berawal dari akan dilantiknya Budi Gunawan sebagai Kepala Polri oleh Presiden Joko Widodo. Budi Gunawan lolos uji kelayakan dan kepatutan  (fit and proper test) oleh DPR saat ia sudah menjadi tersangka dugaan kasus Korupsi. Bahkan suasana politik semakin gaduh setelah Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan prapradilan yang diajukan pihak Budi Gunawan.

Menunggu Terobosan Jokowi, Hati-hati ditikungan terakhir

Putusan itu langsung disambut oleh Netizen twitter dengan beragam komentar dan pendapat. Sehingga pembahasan, #BGMenang, #SaveKPK menjadi tranding topic terhangat dilini masa (16/02/2015). Publik berharap kepada Jokowi agar mengambil langkah cepat dan tegas. Dengan hak prerogratifnya Jokowi bisa melakukan apapun. Akan tetapi Jokowi juga perlu hati-hati, tak perlu gegabah, bisa jadi kasus Budi Gunawan justru akan menjadi boomerang bagi dirinya. Mengapa demikian?

Pertama, bermula ketika Jokowi dengan percaya diri mengusulkan calon ketua Kapolri Budi Gunawan pada tanggap 9 Januari 2014 kepada Komisi III DPR RI secara mencenangkan. Publik terhenyak. Siapakah Budi Gunawan tersebut? Bagaimana takerecodnya? kok tiba-tiba Jokowi mengusulakan calon tunggal satu itu?, Dan pertanyaan seterusnya dan sebagainya.

Seolah bukan Jokowi jika tidak demikian. Gaya kepemimpinan mantan Walikota Solo tersebut yang sering melakukan kebijakan “mendadak” saat orang terlelap adalah ciri khasnya. Persis yang dilakukan saat membacakan putusan kenaikan Harga BBM beberapa bulan lalu. Dan berujung menuai pro dan kontra.

Kerumitan berlanjut. 13 Januari 2015, empat hari setelah pengajuan Budi Gunawan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti bahwa Budi Gunaman tersandung kasus “Korupsi” dan menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Saat itulah publik murai sedikit geram. Media menyorot kasus ini seharian penuh bahkan sampai beberapa hari kedepan. Entah angin apa, Jokowi beberapa kali panik menghadapi pertanyaan-pertanyaan wartawan. “Kenapa Jokowi mengajukan calon tunggal Ketua Polri, ga tau apa jika BG itu tidak bersih?, ga melibatkan KPK dan PPATK pula, apa sich yang dipikirkan Jokowi” begitulah masyarakat menggerutu.

Sementara Jokowi beberapa kali mengatakan “Kita lihat saja bagaimana proses hukumnya”. Kira-kira begitulah Jokowi mengela pertanyaan-pertanyaan dari media. Kesan kurang tegas dan cenderung mengkaburkan membuat citra Jokowi menurun di perbincangan lini masa. Data yang diperoleh dari Hasil riset BAND-IT  pada 1-20 Januari 2015 menunjukkan  bahwan Jokowi mendapat kesan Negatif dari Netizen twitter sekitar 13% , sementara kesan positif hanya berkisar 4%. Ini jelas memukul elektabilitas Jokowi dikalangan netizen twitter.

Harapan netizen twitter yang begitu kuat terhadap kepemimpinan Jokowi, tentu menjadi beban yang berat pada Jokowi, baik secara fisik maupun psikis. Apalagi melihat data diatas, justru semakin membuat miris. Disaat Netizen berekspektasi tinggi, pada kepemimpinan 100 hari kerja Jokowi. Justru ekpektasi tersebut anjlok.  Hasil survey yang lain menyebuatkan sebanyak 25% merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi. Padahal Jokowi saat pemilu 2014 dipilih 53%, atau separuh dari jumlah pemilih. Itu artinya kepercayaan publik terhadap Jokowi hilang hampir separuh lebih dari jumlah pendukungnya.

Kedua, tidak dipungkiri dibalik kemenangan Jokowi terdapat partai yang mengusung menjadi Presiden RI. Ya, PDI-Perjuangan adalah partai pengusung Jokowi menjadi Presiden. Sebuah Partai dengan jumlah kader fanatik dan relative stabil. Tak ayal, jika netizen menganggap gejolak pencalonan Ketua Kapolri Budi Gunawan dibawah desakan Partai. Apalagi Budi Gunawan adalah mantan ajudan orang nomor satu di PDI-Perjuangan. Sehingga korelasi antara PDI-Perjuangan dan Jokowi masih sangat lekat dan kental. Sehingga kesan Jokowi dikendalikan oleh Megawati juga tidak bisa dikendalikan. Apalagi beberapa media sempat mewacanakan akan hal tersebut.

Megawati pernah mengatakan bahwa Jokowi adalah petugas partai PDI-P yang diperintahkan untuk menjadi calon Presiden. Kata petugas partai sendiri menurut James Luhulima (2015) sebagai bentuk sengaja merendahkan Jokowi. Bahwa Mega ingin mengatakan Jokowi ada dibawah kendali saya. Asumsinya, jika PDI-Perjuangan memburuk, Jokowi pun demikian.

Riset BAND-IT memperkuat jika kisruh Budi Gunawan berdampak buruk terhadap citra PDI-Perjuangan yang tetap ngotot menyuruh Jokowi melantik BG. Sebanyak 31% Netizen twitter menilai negative sikap PDI-Perjuangan, dan hanya 6% yang menganggap PDI-Perjuangan positif. Kesan negatif tersebut berbading lurus dengan kengototan PDI-P yang memperjuangkan seorang tersangka untuk memimpin Kapolri. Dan kita patut curiga apa dibalik keisitimewaan Budi Gunawan bagi PDI-Perjuangan, atau adakah semacam ketakutan ketika Budi Gunawan tidak dilantik atau bahkan dipenjara? Ini artinya dibalik ketidaktangkasan Jokowi menyelesaikan kasus Budi Gunawan menambah kenyakinan publik bahwa memang Jokowi ‘ ada intervensi’ oleh PDI-Perjuangan.

Ketiga, persoalan status Hukum Budi Gunawan sampai saat ini masih menempati main issu tertinggi dalam lalu lintas lini masa. Publik akan selalu mengawasi sampai Jokowi mengambil sikap yang tegas dan jelas. Publik ternyata belum bosan mengikuti isu tersebut, bahkan semakin menarik untuk diikuti drama KPK-Polri. Apalagi diperkuat dengan media yang tak henti-hentinya mengangkat isu KPK-Polri dalam liputannya. Semacam terdapat agenda setting antara media dan keinginan publik.

Berikut adalah 6 main issu tertinggi yang sedang hangat dibicarakan netizen twitter. Pertama BBM turun, tarif Transportasi, Hukuman Mati, kisruh partai Golkar, skandal Politik Abraham Samad, dan yang menempati posisi puncak adalah isu Status Hukum Budi Gunawan. Data ini diambil dari hasil riset BAND-IT  yang menunjukkan perhatian publik sangat besar terhadap kegaduhan politik Senayan. Tak tanggung-tanggung cacian dan Bullyan terhadap Budi Gunawan maupun Jokowi sangat berisik didengar, belum lagi aksi #SaveKPK yang tak kalah berdengung untuk menjaga lembaga Anti Korupsi tetap kuat.

Keempat, meski Presiden mempunya hak prerogratif penuh soal pengangkatan ketua Kapolri, tapi ingat pemerintah bukan hanya Jokowi, ada parlemen yang include bermain didalamnya.

Disaat posisi terjepit, seseorang harus mampu menginternalisasikan mana kawan mana lawan secara jelas. Pun dengan posisi Jokowi saat ini. Meski Jokowi telah membentuk Tim Informal dikomandoi oleh Syafi’I Ma’arif pada 26 Januari 2015 sebagai penasehat dalam kisruh KPK-Polri. Namun, disisi lain Jokowi harus beradapan dengan Fraksi  Partai yang mendukung Jokowi untuk melantik Budi Gunawan sebagai ketua Kapolri. Ada PDI-P, PKS, PAN, PPP, Nasdem, Demokrat belum lagi KIH dan KMP yang konsisten mendukung Budi Gunawan.

Sehingga kemungkinan yang terjadi jika Jokowi batal melantik Budi Gunawan sebagai Ketua Kapolri, maka parlemen DPR akan “Ngambek” terhadap Jokowi. Sementara jika Jokowi tetap melantika Budi Gunawan maka, publik secara luas yang akan “marah” terhadap Jokowi. Inilah yang dikatan posisi terjepit tersebut.

Dus, jika Jokowi berlama memberikan terobosan kebijakan yang mengejutkan maka isu pelantikan Budi Gunawan justru akan menjadi bumerang tersendiri bagi Jokowi. bahkan Wacana pemakzulan pun sudah mulai muncul dibeberapa media. Beberapa media sempat memuat tulisan tentang wacana pemakzulan. (Lihat, Kompas, 13/02/2015, Republika.co.id, 16/02/2015, tempo.co 26/01/2015).

Pemakzulan sendiri bukan barang baru di Indonesia. Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid adalah fakta sejarah yang tidak bisa dielak. Kekhawatiran pun terjadi ketika isu KPK-Polri ini adalah semacam bola panas yang sengaja dilempar dan bermuara menemukan korbannya. Melantik maupun tidak melantik Budi Gunawan sebagai Ketua Kapolri bagi Jokowi adalah simalakama. Kedua pilihan itu beresiko. Maka ditikungan terakhir ketika Jokowi tidak hati-hati mengambil sikap bukan hanya bullyan dilini masa, atau wacana pemakzulan tapi benar benar pemakzulan yang akan terjadi.   (Taufiq/Trendezia)



Tag : Polhuk
0 Komentar untuk "Menunggu Terobosan Jokowi, Hati-hati ditikungan terakhir"

Back To Top