Setelah tercatat sebagai pemenang
dalam tujuh pemilihan umum, dan menempati peringkat kedua dalam sepuluh
pemilihan umum di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa Golkar merupakan
partai yang besar dan kuat serta memiliki peran yang begitu besar dalam
perkembangan dan pembangunan di Repubublik Indonesia. Tetapi masa lalu hanyalah
masa lalu, Golkar yang sekarang berbeda dengan yang dulu ketika mengalami masa
kejayaan. Kini Golkar kian terpuruk. Mencoba menampatkan diri sebagai oposisi, dan berada
di luar pemerintahan untuk pertama kali dalam sepuluh periode pemilihan
terakhir, justru membuat internal Golkar
kian memanas, terkait adanya dua kepentingan dua tokoh ‘tua’ di tubuh partai Golkar.
Konflik yang terjadi adalah dualisme kepemimpinan menyusul adanya kubu yang dibentuk oleh Agung laksono yang menyatakan bahwa Munas yang dilakukan oleh Partai Golkar, versi Abu Rizal bakrie adalah tidak sah.Kubu Agung Laksono mempermaslahkan ARB yang membekekukan kepenguruaan partai Golkar. Meski banyak kecaman dari sana-sini dari banyak kader tua, kubu ARB tetap mengadakan Munas Bali, dan memenangkan ARB secara aklamasi sebagai Ketum Golkar.
Konflik yang terjadi adalah dualisme kepemimpinan menyusul adanya kubu yang dibentuk oleh Agung laksono yang menyatakan bahwa Munas yang dilakukan oleh Partai Golkar, versi Abu Rizal bakrie adalah tidak sah.Kubu Agung Laksono mempermaslahkan ARB yang membekekukan kepenguruaan partai Golkar. Meski banyak kecaman dari sana-sini dari banyak kader tua, kubu ARB tetap mengadakan Munas Bali, dan memenangkan ARB secara aklamasi sebagai Ketum Golkar.
disamping itu juga adanya
kesepakatan di dalam munas Bali yang menolak peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah dan mengembalikan mekanisme
pemilu kepada presiden. Hal tersebut dianggap sebagai suatu pencemaran oleh
kubu Agung Laksono cs. Hal tersebut dianggap bertentangan dengan ideologi partai
dan bertentangan dengan asas demokrasi. Kubu Agung Laksono berpendapat bahwa
pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara demokratis melalui pemilu, oleh
karenanya, kubu Agung Laksono menyatakan menolak hal tersebut dan menyatakan
akan hengkang dari koalisi merah putih, sekaligus memberi tanda akan bergabung
dengan KIH.
Golkar Harus Berbenah
Adu kepentingan oleh para tokoh tua dalam tubuh pohon
beringin sangat disesalkan. Sebagai partai senior, setidaknya partai Golkar dapat
menjaga stabilitas internal dan memberikan contoh politik yang sehat bagi
partai-partai lainnya. Mengutip pernyataan Fachry ali (LSPEU Indonesia) bahwa
slogan yang perlu berkembang saat ini adalah “membenahi sistem politik
Indonesia harus dimulai dari pembenahan Golkar”. Peryataan tersebut bukan tanpa
alasan, kenyataan bahwa dewasa ini kekuasaan politik yang paling dominan adalah
dikuasai oleh Golkar dan PDIP, sehingga berbagai kebijakan politik yang
berdampak pada negara selalu melibatkan kedua partai besar tersebut.
Dalam konteks
pemerintahan Jokowi, posisi PDIP selaku partai penguasa yang dalam hal ini
Presiden dan Wakil Presiden adalah bagian dari partai, menimbulkan berbagai
macam opini bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang presiden bukan
berasal dari kekuatannya sendiri, tetapi orang-orang partai yang berada dibalik
pemerintahan, tidak menduduki posisi strategis pemerintahan tapi memiliki kuasa
melalui partai yang ‘dimilikinya’, sebutlah Megawati dan Surya Paloh sebagai
penguasa Partai politik pengusung pemerintah.
Posisi Partai Golkar yang menempatkan dirinnya di luar
pemerintahan, dalam suatu ikatan tetap Koalisi Merah Putih, dianggap sebagai
suatu hal yang sangat positif untuk menyikapi pernyataan di atas. Sebagai
partai yang mempunyai pengaruh dan kuasa cukup besar, maka kekuatan itu selalu
diperlukan sebagai ‘lawan’ politik yang kritis, kuat dan seimbang untuk
menjalankan fungsi kontrol negara. Keberadaan partai golkar di dalam
pemerintahan, seperti yang ditawarkan oleh kubu Agung Laksono, akan menimbulkan
berbagai keresahan. Kebijakan negara yang tanpa kontrol, karena tidak ada lagi
partai politik yang mempunyai kekuatan seperti golkar—yang berada pada oposisi,
karena hal tersebut merupakan fungsi riil politik yang berbagai pemikiran
partai politik akan berpengaruh besar pada kebijakan negara.
Saat ini, konflik dualisme kepengurusan pohon beringin
berada dalam genggaman Mahkamah Partai Golkar, kualitas dan integritas Mahkamah
partai golkar diuji dalam penyelesaian kasus ini. Banyak yang berharap kisruh
partai ini segera diselesaikan karena terkait dalam keberlangsungan dan
stabilitas negara, tawaran dilakukannya munas ulang sepertinya dapat dipandang
sebagai solusi yang baik. Hal tersebut terkait nasib partai golkar dalam
Pilkada yang akan digelar serentak pada desember 2015, sementara itu Partai
Golkar belum memperoleh pengesahan dari pemerintah.
Penyelesaian konflik tersebut tentunya harus melalui jalan
konstitusi dan mengutamakan kepentingan organisasi, yaitu agar golkar dapat
tetap menjaga konsistensinya dalam mewarnai politik di indonesia seperti
masalalunya, mengingat gokar mempunyai peran yang cukup besar dalam sejarah
perjalanan bangsa indonesia, tentunya selalu berorientasi pada pembangunan
kesejahteraan. Posisi partai golkar dalam koalisi maupun oposisi, di dalam
pemerintahan maupun di luar pemerintaham seharusnya tidak dipermasalahkan
karena semuanya tentu akan berdampak baik terhadap negara asalkan tetap
berdasarkan pada konstitusi, dan AD-ART serta harus mengesampingkan ambisi
politik salah satu tokoh partai Golkar itu sendiri.( Yogi trendezia)
Tag :
Polhuk
0 Komentar untuk "Partai Beringin Bergoyang"