Kader PDIP Gianyar Butuh Belaian Kasih Nyonya Besar

Bila kamu melihat kepala banteng,  itu ada dua kemungkinan. Pertama benar-benar kepala hewan banteng, kedua kepala banteng moyong putih. Iya, banteng moyong putih yang tak hanya galak dan suka menyeruduk, tapi dia juga punya ekspektasi tinggi mencapai puncak reputasi kuasa.

Benar, lambang yang mengasosiasikan Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P) tersebut berhasil mendulang suara terbanyak dalam pemilihan umum 2014 silam. Sebanyak 18,95 persen suara digenggam. Sungguh prestasi luar biasa, meski belum sesuai harapan.

PDIP telah mencoba memainkan teknik tiki taka, tapi hasilnya selalu mengundang perdebatan, termasuk juga pencalonan Jokowi menjadi Presiden. Adalah strategi politik yang disetting sedemikian rupa demi merebut suara rakyat. Akhirnya bisa dibuktikan, Jokowi menang, mengalahkan rival satu-satunya. Prabowo, pesuka kuda.


Moyong putih berhasil membawa Jokowi menjadi orang nomer satu dinegeri ini. Namun pretasi yang direbut dengan susah payah itu ternyata menyisahkan aral. Membuat salah satu kaki banteng kesandung. Akhirnya terkoyak. Aral tak cuma datang sekali, bahkan benteng itu berkali kali berjalan dengan kaki terseret. Media lantas menamai kaki yang pincang itu dengan “konflik internal”.

Namanya juga konflik, sepandai apapun konflik (kaki pincang) itu dikerangkeng, akhirnya  akan jebol juga, entah dijebol dari dalam maupun dari luar. Sebagaimana kabar terakhir yang menyebutkan partai yang lahir 1973 itu, mengalami konflik serius, sebanyak ratusan kader PDIP Gianyar, Bali hengkang beralih ke Perindo.

Seorang Kader PDIP menyembul mengucap ‘Ya kami merasa terkungkung, dan begitu juga rekan-rekan kami yang lain, untuk itu kami akan mundur dari PDIP’. Dia adalah I Gusti Ngurah Purbaya, seorang mantan anggota DPRD Gianya.  

Apa arti ucapan “Kami akan mundur dari PDIP”

Pertama, Kalimat itu bentuk suatu protes atas kegalauan politik yang dirasakan oleh kader PDIP. Mereka merasa didholimi haknya dengan tidak diikut-sertakan dalam konteslasi politik pilkada 2014.

Kedua, pernyataan itu bisa lho dimaknai sebagai bentuk bargaining position untuk melawan dominasi kepemimpinan Nyonya Besar, Megawati Soekarno Putri. Apalagi dibumbui dengan ancama “kami akan berganti haluan ke Perindo”. Sungguh suatu strategi politik yang keren. Dimana tidak keren, disaat kondisi kader “Sendiko Dawuh Ibu”, kader Gianyar berani meneriakkan protes keras, untuk tidak mengatakan berontak.

Teriakan kader Gianyar itu ternyata mampu menyedot perhatian khalayak, pun khalayak twitter bercicit ria. Data yang drilis oleh BAND IT pada 23-25 februari 2015 menyebutkan konflik internal PDIP menempati posisi keempat, pertama Kisruh partai Golkar, kedua pelantikan Kapolri baru dan ketiga Pilkada 2015. 

Kenapa konflik internal ini menarik untuk dibahas dan menomerduakan yang lain?

Pertama, konflik ini tidak main-main. Sebagai partai pemenang pemilu 2014, PDIP tentunya menjadi sorotan, sebagaimana artis idola yang sedang naik daun, sehingga gerak-geriknya di awasi kamera. Apalagi soal “konflik”, yakni sesuatu yang sangat sensitive. Cenderung terdengar mengerikan dan ahai jika dikorek-korek

Kedua, PDIP mengalami krisis kepercayaan bagi kader Gianyar. Krisis yang dilandasi ke egoisan, ke irian atas ketidakadilan politik yang diciptakan Nyonya Besar. Ketiga, konflik PDIP dapat di ibaratkan dengan datangnya gebetan baru, Perindo. Perindo tampil menawan dan menjanjikan bagi sebagian kader PDIP yang  dicuekin oleh PDIP. Sementara PDIP sendiri terlalu sibuk mengurusi Kisruh senayan. Alhasil kader Gianyar merasa dinomerduakan, lelah dan akhirnya protes.

Keempat, konflik itu identik sesuatu yang gawat. Mengapa demikian, coba pikir jika tidak gawat mengapa Nyonya Besar harus turun tangan sendiri, dari Jakarta ke bali? Membawa pesawat carter Lion Pripad Jet PK-LRU sendiri coba?. Para dedengkot PDIP pun bungkam dengan kedatangan Nyonya Besar dan penyebab hengkangnya kader. Yang jelas ini situasi yang gawat menjelang pilkada 2015 di enam kabupaten Bali. Dimana berbagai partai politik sedang hangat-hangatnya konsolidasi politik, penghimpunan massa, memenangkan pilkada dan saling telikung.

Disinyalir, pendewaan terhadap Nyonya besar itulah menjadi biang kerok bagi rontoknya kepercayaan kader untuk setia. Nyonya Besar cenderung berkuasa secara otoriter. Ini beralasan, nyonya sering marah dan sering kali ngambek terhadap kader yang ‘belot’, bahkan ketika Jokowi ‘ndablek’ dengan arahan Nyonya Besar,  Jokowi tidak segan-segan didiamkan oleh Nyonya Besar.

Kepemimpinan seperti itu loh yang membuat kader berlomba-lomba mendekati nyonya besar untuk mendapatkan belaian dan perhatian. Ada kalanya kader berteriak agar didengar nyonya besar yang jauh nun disana. So, boleh jadi, kisruh ratusan kader PDIP mengundurkan diri di Gianyar adalah bentuk ekspresi untuk didengar dan diperhatikan Nyonya Besar. Dengan sedikit bumbu ancaman “kalau ga didengar kami hengkang ke Perindo lo, Nyon”. [T]
Tag : Polhuk
0 Komentar untuk "Kader PDIP Gianyar Butuh Belaian Kasih Nyonya Besar"

Back To Top