Dangdut,
asal katanya adalah onomatope dari
suara permainan gendang yang khas dan didominasi oleh bunyi dang dan ndut. Irama music dangdut ini
memang cenderung mengajak pendengarnya untuk bergoyang dan mengandung pesan
merakyat. Musik dangdut cenderung dikenal sebagai musik rendahan. Artinya
dangdut hanya dinikmati oleh lapisan masyarakat dengan kelas menengah ke bawah.
Mungkin
sudah menjadi mindset orang Indonesia,
bahwa produk yang berasal dari luar negeri mempunyai kualitas yang lebih bagus,
dan dipandang lebih ‘berkelas’. Sebut saja musik-musik eropa dan Amerika yang
datang ke indonesia seperti halnya jazz, blues, folk, identik dengan
orang-orang borjuis dan dianggap sebagai musik elit. Hal itu berbanding
terbalik dengan music dangdut, yang notabene lahir dan tumbuh berkembang di Indonesia.
Sang
raja dangdut Indonesia pun, sempat mengeluarkan pendapat yang tak maknanya
sulit dipahami. Bang Haji, julukan bagi bang Rhoma Irama menyebutkan bahwa
dangdut adalah milik kaum comberan. Pernyataan itupun dipandang sebagai bentuk
peremehan terhadap para penggemar dangdut.
Setidaknya hal itu membentuk sebuah legitimasi bahwa dangdut benar-benar
hanya bisa dinikmati oleh kaum marjinal.
Setelah
music dangdut versi asli, mulai lahir music dangdut versi baru seperti dangdut
campursari, hingga dangdut koplo. Dangdut mulai berkembang dalam lingkup lokal
seperti orkes-orkes di jawa timur, Pantura, dan sebagainya. Musiknya semakin
dinikmati oleh banyak orang dan merambah berbagai kalangan masyarakat Indonesia.
Perkembangan music dangdut koplo ini kemudian merangsang lahirnya berbagai grup
dangdut yang dilabeli dengan Orkes Melayu (OM). Music koplo pun kian menggeser
popilaritas penyanyi dangdut seperti Meggy Z, Elvi Sukaesih.
Hingga
kini, perkembangan musik dangdut semakin baik. Dalam arti, pandangan musik
dangdut sebagai music jelata sudah mulai luntur, meskipun belum sepenuhnya. Hal
itu ditandai dengan lahirnya berbagai ajang kompetisi dangdut pencarian bakat.
Nampaknya, ajang pencarian bakat tersebut memperoleh sentiment yang positif
dari masyarakat. Hampir semua stasiun radio dan televise nasional mempunyai
segmen khusus dangdut karena kecintaan masyarakat terhadap music dangdut
.
Menjamurnya
berbagai ajang pencarian bakat kini bisa saja diapresiasi sebagai ‘penyelamat’
music dangdut. Sebagai contoh adalah KDI yang telah terbukti ampuh melahirkan
penyanyi-penyanyi dangdut yang berkualitas dan berkaliber nasional. Adapula
dangdut akademi indonesia yang digelar pada prime
time di Indosiar. Dengan kata lain, industri musik dangdut sudah mulai
menunjukkan geliat positif dan dicintai oleh masyarakat secara umum.
Musik
dangdut pun kini mulai merambah diskotik. Diskotik yang mulanya identik dengan
music-musik disco yang nge-beat, kini mulai mempertimbangkan untuk
menampilkan music bergenre melayu
seperti dangdut. Sekarang di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
music dangdut sudah menjadi ‘tanggapan’ wajib apabila seseorang menggelar
hajatan.
Saat
ini, music dangdut mulai memegang fungsi yang luar biasa. Dalam artian, music
dangdut tidak hanya dipahami sebagai alat penyampaian ide, gagasan, ungkapan
perasaan. Secara general, dangdut tidak sekedar dipahami dalam konteks hiburan
saja. Dangdut bisa dipakai sebagai sarana politik dalam memperoleh dukungan
massa. Dangdut tak pernah absen dalam setiap kampanye partai politik dan
pemilihan umum.
Lalu, bagaimana musik original nusantara bisa
dikenal hingga luar negeri kalau masyarakatnya saja tidak mencintai? Mungkin
saat ini pertanyaan itu sudah mulai terjawab sedikit demi sedikit. Sekarang, musik dangdut sudah memperoleh
pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya asli indonesia. Musik dangdut
semakin dikenal oleh masyarakat internasional, seperti Jepang dan Amerika.
Seperti Prof Dr Andrew Weintraub, seorang guru besar musik Pittsbergh
University, menulis buku berjudul “Dangdut Stories” sebagai bentuk kecintaannya terhadap musik dangdut.
Tag :
intertainment
0 Komentar untuk "Dangdut Is the Music Of My Country"