Takdir kehidupan
telah dicetuskan oleh Tuhan bersamaan dengan takdir kematian. Sejak kita
manyadari kehidupan saat itu pula kematian telah membayang. Tidak ada yang bisa
mengelak ketika takdir telah datang. Olga Syahputra telah menemui takdirnya: meninggalkan dunia. Jum’at
(27/3) sore ia telah mereguk ketenangan puncak. Rumah Sakit Mount Elizabeth,
Singapura menjadi saksi Olga kembali ke pangkuan Illahi. Penyakit meningitis
atau radang selaput otak menjadi jalan menuju ke tampat persemayaman
terakhirnya.
Ucapan turut berduka
mengalir deras lewat sosial media. Di sela-sela ucapan belasungkawa itu
terselip untaian doa untuk segala kebaikan Olga.Tom Saptaatmaja mengisahkan
Olga sebagai drama eksistensi (Koran Tempo, 31/3). Ia melihat hidup itu drama
pergulatan mencemaskan bagi setiap orang, saat harus jatuh-bangun dan harus
memilih beragam pilihan baik-buruk. Maka, “memilih” adalah cara “mengada”
manusia. Dari pilihannya itu akan ketahuan apakah seseorang termasuk kategori
manusia sejati atau manusia palsu.
Dan Olga tahu
pilihan terbaik itu. Kita harus mampu merengkuh pelajaran berduka dari Olga. Pertama,
bagaimana Olga begitu dicintai. Kecintaan terhadap Olga mengartikan keberartian
hidup. Hidup yang berarti adalah hidup dengan memberikan kemanfaatan. Sebab, harga
diri bukan terletak pada tingginya pendapatan ekonomi, kepopuleran, atau kesuksesan,
tetapi oleh tingkat kemanfaatan atas sesama. Di situlah investasi kebaikan abadi
yang akan kita panen ketika suatu saat dipanggil menghadap Illahi.
Kedua, Olga berangkat dari kelas bawah yang merangkak hingga sampai puncak
di panggung hiburan Indonesia. Perasaan “kelas bawah” membuat Olga merasa peduli
dengan kaum papa. Kepopuleran di puncak karir tidak menghilangkan rasa welas
asih kepada sesama yang kurang beruntung. Hidup Olga bukan semata mencari
kesenangan, sebab kesenangan akan melupakan kewajiban sosial. Marilah kita hidup
untuk membuat orang lain bersyukur dengan adanya kita.
Ketiga, kepergian Olga menuntun pada keikhlasan. Bagi sebagian orang,
lawakan Olga sering dianggap menyakiti perasaan. Hakikat dasar manusia adalah
hidup berjamaah. Dalam hidup berjamaah, bukan hanya kebenaran yang
diperjuangakan, tetapi keindahan sebagai puncak dari akhlak manusia. Keindahan hidup
terletak pada keluasan jiwa, ketulusan dan keikhlasan hati, serta pemahaman satu
sama lain sehingga tumbuh kedamaian: keindahan. Berpulangnya Olga adalah pelajaran
bagi kita agar berani menjadi manusia pemaaf, saling mamaafkan. Selamat jalan
Olga, semoga amal kebaikanmu mengalir terus sebagai pahala di sana.
Tag :
intertainment
0 Komentar untuk "Pelajaran Berduka Dari Olga"