Harga Mati Kebebasan Mimbar Akademik

Hari ini kita hidup jauh setelah abad Jahiliyah dan memasuki abad pencerahan dimana kebenaran rasional telah mendapat ruang pengakuan. Ruang belajar, sekolah, kampus, seminar dan dialog merupakan “mimbar akademik” buah dari perjuangan Renaissance (pencerahan) pada abad ke-14. Disitulah kran kebebasan akademik mulai tumbuh. Dominasi gereja atas campur tangan peradaban manusia sedikit demi sedikit lepas. Renaissance adalah awal kelahiran dari kemajuan zaman dan kebebasan berfikir, berdiskusi, berorganisasi terbuka lebar untuk dikembangkan.

Akan tetapi kemajuan zaman yang ditandai dengan kebebasan berpikir itu mulai terusik dengan dominasi agama yang terlalu jauh ikut campur dalam dunia akademik. Kejadian pembubaran pemutaran film “senyap” yang dilakukan oleh Ormas dibeberapa kampus merupakan bentuk intervensi agama terhadap mimbar akademik. Oleh karena itu kenyataan ini perlu disikapi kalangan akademik, mahasiswa, dosen dan tokoh masyarakat secara bijak.

Sekilas film Senyap
Tahu kan kamu film senyap? Film senyap atau The Look of Silent adalah film garapan seorang sutradara kebangsaan Amerika dan Inggris Joshua Oppenheimer yang mencoba memotret kembali sejarah kelam atas perlakuan kejam beberapa orang terhadap keluarga yang dianggap PKI.

Adik bungsu korban dalam film itu bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban. Ia kemudian mendatangi dan mewawancarai mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya – sesuatu yang tak terbayangkan di negeri dengan para pembunuh yang masih berkuasa. (filmsenyap.com)

film tersebut tidak menampilkan sesuatu yang bisa dibilang “propagandais” terhadap ajaran PKI, akan tetapi lebih pada nihilnya peran pemerintah dalam menuntaskan kasus HAM. Jadi naïf ketika menonton film senyap akan menjadikan orang komunis. Oleh karena itu, menarik jika film senyap itu dibedah dan di diskusikan lebih lanjut.

Pembubaran nonton Film senyap
Dalam kurun Desember 2014-Maret 2015, pemutaran film senyap telah digagalkan oleh ormas. Di kampus ISI dan UGM adalah buktinya. Mereka tak mau kampus dinodai oleh acara itu. Film itu dianggap bagian dari propaganda PKI. Mereka mendatangi kampus, siap dengan bala pasukan bercadar. Mereka siap menyerang paksa jika pemutaran film tidak segera diberhentikan. Akhirnya untuk menghindari kekerasan, kedua kampus itu mengalah.

Namun beda ceritanya jika kampus UIN Sunan kalijaga mengadakan pemutaran Film senyap. Mahasiswa dengan gagah berani mempertahankan kebebasan akademik meski sempat digeruduk oleh sekelompok ormas. Berbagai cara tetap diusahakan agar acara tetap berlangsung tanpa adanya intervensi. Bagi mereka kebebasan akademik adalah harga mati. Siapapun yang mengusik akan dilawan.

Kembali ke Khittah Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi bukan mesin pencetak buruh-buruh baru bagi kebutuhan industri kapitalisme. Perguruan tinggi adalah wahana tertinggi untuk menciptakan karya maupun pemikiran baru untuk kepentingan zaman. Sehingga perguruan tinggi mempunyai tugas mulia untuk membuka dan mewadai selebar-lebarnya ruang berpikir dan berekspresi kepada mahasiswanya.

Nah, ketika ruang bebas itu dilarang apalagi dibungkam maka perguruan tinggi sudah keluar dari jalurnya. Pemberhentian paksa oleh ormas terhadap pemutaran dan diskusi film senyap di UIN Sunan Kalijaga adalah bentuk usaha pembungkaman ruang kebebasan berpikir yang sepatutnya tidak layak dilakukan.

Oleh karena itu, apapun bentuk ekspresi dan kreatifitas mahasiswa dalam mendalami dan mengkaji keilmuan harus didukung dan dimenangkan, karena disitulah keilmuan itu muncul. Keilmuan yang bukan berasal dari doktrinasi tapi pengkajian dan dealektika yang panjang.
Tag : Polhuk
0 Komentar untuk "Harga Mati Kebebasan Mimbar Akademik"

Back To Top