Sunyinya Museum Kita, Mengapa?


Museum itu sepi, kuno, lusuh, kusam dan menjenuhkan. Museum itu (bukan) destinasi wisata yang menyenangkan untuk dikunjungi. Istilahnya saja mungkin bukan mengunjungi, tetapi menziarahi seperti berziarah ke makam para wali. Itulah kesan “satire” bagi sebagian orang yang memang bukan peminat sejarah. Bukan sejarawan kok ke museum, aneh dan ganjil, mau ngapain? Sejarah itu masa lampau yang tinggal kenangan, yang tersimpan dalam ingatan dan sesekali kita bongkar-bongkar lagi ketika di tanya tentang siapa, kapan, tahun berapa dan mengapa peristiwa itu bisa terjadi.


Itu pun kadang kita masih lupa, karena memang tidak ada “sesuatu” yang kita lupakan. Memori kita memang terbatas, pendek dan lamban untuk kita paksa-paksa mengingat hal-hal yang telah lalu. Apalagi rentang jarak waktunya lama sekali, sebuah masa yang bukan masa kita, sebuah era yang bukan era kita, sebuah generasi yang memang bukan generasi kita. Ah apa pedulinya. Bukan menyindir, tapi memang musem kita tidak menarik. Museum kita sunyi dan tersunyikan. Wajahnya lusuh dan kusam mengartikan jejak sejarah yang dilewatinya begitu panjang.

Kokoknya bangunan museum menyembunyikan beban tak kuasa menyangga tuntutan zaman. Mirisnya lagi, museum kita kemasukan pencuri. Koleksi benda-benda sejarah bangsa hilang tercuri, dirusak tanpa peduli. Bahkan, sejarah semacam itu terus berulang: I histoire se repete. Anehnya, bangsa ini sering memberikan kejutan-kejutan. Kita ingat penguasa membangun museum: SBY membangun Balai Karti. Kita hendak diajak mempelajari sumbangsih para presiden, Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus  Dur, Megawati hingga SBY sendiri.

Museum menjadi referensi untuk menggerakkan imajinasi sejarah bangsa sesuai dengan obsesi penguasa. Konon, tahun 2045 Indonesia ditargetkan menjadi negeri sejuta museum. Kita lantas bertanya, apakah pembangunan museum berkiblat pada kesadaran sejarah atau hanya sekedar dilatari hasrat picisan karena demam penghargaan. Ah entahlah! Kita hanya mendambakan keberadaan museum kita yang banyak itu menjadi berkah bagi bocah, berfaedah bagi anak-anak kita kelak. Mengapa?

Masa depan hanya milik orang-orang yang memiliki harapan. Harapan selalu berada dalam ketegangan antara ketakutan pada masa silam dan ketidakpastian akan masa depan. Museum bisa menjadi senjata untuk melawan ketakutan dan merawat kewarasan. Ketakjuban terhadap museum dan kesadaran ber-sejarah memberi rangsangan bagi anak-anak kita untuk bergerak ke masa depan tanpa meninggalkan jejak pelajaran arif dan bijak di masa silam. Museum memberi kesadaran bergerak ke arah kemajuan tanpa lupa menyapa ke masa laluan. Masa lalu yang termanifestasi secara rapi di museum tidaklah sekedar cerita yang ikut terkubur oleh sejarah. Melainkan hidup dan harus dihidupkan sebagai suluh bagi gairah untuk mengeja dan manaja masa depan.

Kecintaan pada museum dan kewarasan dalam ber-sejarah membuat anak-anak kita tidak latah dan gegabah di tengah kemajuan sejarah. Belajar pada museum akan melahirkan keberanian menghadapi perubahan zaman dan menaruh ketakutan di tepian sejarah. Mereka tidak akan kehilangan jati diri dan karakter ketika memandang kejutan-kejutan zaman yang terkadang tampak absurd tapi melenakan. Kita ingat bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa agung pada pahlawannya. Bangsa yang besar lahir dari sebuah imajinasi.

Berlatar imajinasi kebangsaan, para pahlawan bergerak melawan penjajah untuk menemukan makna kemerdekaan dan keberadaban Museum menjadi salah satu locus untuk menghidupkan kembali nalar dan imajinasi anak-anak kita tentang nilai-nilai kepahlawanan, misi perjuangan kebangsaan. Keberadaan museum mengemban misi pengawetan sejarah, memori ketokohan: kepahlawanan. Narasi ketokohan yang tersembunyi di balik monumen, patung, benda dan dokumen-dokumen kesejarahan akan menjadi refererensi yang menginjeksikan nilai bagi pencerahan.

Kita tidak usah terkagum-kagum dengan capaian kemajuan bangsa-bangsa lain. Kita enggan menggali mengapa mereka maju. Mereka maju karena menghargai warisan sejarahnya. Mereka punya kesadaran sejarah, kesadaran ruang dan waktu bahwa masa depan tidak bisa dibangun tanpa pemahaman yang benar tentang masa lalu. Kesadaran sejarah mereka mendorong untuk menghormati waktu, disiplin, kerja keras, kerja cerdas dan bertanggung jawab. Bagaimana dengan kita? Kita berangan tentang kemajuan, tapi menolak bahkan mengingkari masa lalu, melupakan museum!


Tag : Pariwisata
0 Komentar untuk "Sunyinya Museum Kita, Mengapa?"

Back To Top