Sinetron adalah
karangan fiksi, bukan fakta. Meski diklaim berdasarkan kisah nyata sekali pun,
ada nalar yang tidak bisa difiksikan. Ada pola pikir yang tidak bisa
dipelintir. Inilah fakta. Kita banyak mendapati penggarapan sinetron yang
digampangkan tanpa memikirakan bobot dan misi pencerahan. Sinetron direndahkan
menjadi sekedar perkara hiburan. Ukuran terpenting adalah jumlah penonton dan
pendapatan. Wajar jika sinetron-sinetron di televisi kita terlihat absurd, mendangkalkan
imajinasi, bahkan menjungkirbalikkan akal sehat.
Sinetron kita lebih
banyak menebar manipulasi realitas dan menjauhkan penonton dari refleksi
sosial. Simaklah, berapa banyak sinetron yang “mismatch” antara judul
dengan jalan ceritanya, antara setting lokasi dengan logat pemainnya: lokasi
Bali atau Yogyakarta, tapi para pemainnya bercakap dalam dialek Jakarta. Demi
tujuan komersial, cerita pun terasa diada-adakan, diulur-ulur hingga penonton lupa
sudah sampai episode berapa. Kisah bertemakan cinta dan misteri mendominasi.
Sayang, itu bukanlah cerminan dari wajah kehidupan negeri kita sendiri.
Kita semakin
sulit menemukan wajah budaya Indonesia dalam sinetron, baik yang berformat serial
(bersambungan dan bersebab-akibat yang masing-masing episodenya bisa
dibolak-balik tak berurutan), miniseri, maupun dalam FTV yang sekali siar
langsung bubar. Pembuat sinetron lebih tertarik mengadopsi cerita-cerita dari
negeri lain yang lebih dramatis. Dalihnya adaptasi, namun yang tampak justru
adopsi atau duplikasi karena tak ada perubahan dan pengubahan apapun.
Tema, skenario,
jalan cerita dan konfliknya sama persis, bahkan terasa dibuat-buat berlebihan. Kita
mungkin merasa getir, tetapi juga tak kuasa memberikan ralat. Adegan dan
cerita-cerita ganjil dalam sinetron telah menjelma menjadi sebuah kelaziman. Anak-anak
kita pun terbiasa melihat adegan bullying di sekolah, kekerasan,
pemerkosaan, perselingkuhan pembunuhan, bunuh diri, wanita hamil di luar nikah
atau seks bebas. Fakta ini menyeret kita untuk merenung kembali tentang
bagaimana bangsa ini menjelaskan masa depannya?
Sementara
cerita yang berkembang saat ini bukanlah kewarasan bernalar, bukan pula
kesadaran untuk beradab, tetapi perayaan berpikir irrasional: sinetron. Serbuan
sinetron menandakan betapa masyarakat kita “memerlukan” hiburan. Kepenatan dan
himpitan beban hidup untuk sementara bisa “diselesaikan” di depan sinetron. Padahal,
ketaatan menonton mengartikan sebuah kegamangan di tengah dunia pendidikan,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang gagal menawarkan rujukan nilai. Sinetron
mengarahkan kita menjadi masyarakat tontonan. Tradisi menonton mengalpakan kita
pada agenda membaca.
Gairah membaca
memudar oleh kuasa sinetron. Kuasa sinetron bukan dalam wujudnya yang memaksa
atau menindas, melainkan kuasa untuk mempengaruhi, membentuk cara pandang,
sikap, tindakan dan kesadaran kita. Sinetron membawa penikmatnya ke dalam pusaran
ilusif hingga membuatnya lari dari kehidupan. Mereka dihadapkan pada buaian
pesona kekayaan, rumah dan mobil mewah, berkhayal tentang wanita/istri cantik
bak bidadari, laki-laki/suami tampan seperti pangeran dan fantasi kebendaan
lainnya.
Lebih dari itu,
adegan kekerasan akan bersentuhan langsung dengan karakteristik “murni”
masyarakat. Aristoteles menyatakan bahwa melihat visualisasi kekerasan dapat
mengeluarkan perasaan agresif manusia. Demikian pula “seksualitas” yang
dibungkus secara naratif telah menyilangsengkarutkan nilai (baik-buruk,
moral-amoral). Silangsengkarut nilai terjadi ketika seseorang berhadapan dengan
nilai-nilai yang bertentangan antara apa yang ditonton dengan apa yang
dipelajarinya.
Akibatnya,
dalam jangka panjang seseorang akan mengalami krisis identitas, kehilangan jati
diri, penghamba selera pasar, menjadi individu yang dangkal makna, anarkis,
pragmatis, hedonis, konsumtif, teknosentris, sensual, fatalis dan lain
sebagainya. Ini menjadi teguran bagi sinetron dan televisi kita. Di China acara
televisi yang mengadopsi siaran asing, adegan pertengkaran keluarga secara
berlebihan, lelucon drama yang bertemakan sejarah, bahkan sinetron yang
diadaptasi dari permainan komputer daring (online) itu dilarang!!
Sebagai contoh,
tahun 2002 Beijing mencabut izin siaran atas sinetron "Meteor
Garden" asal Taiwan yang populer saat itu. Sinetron ini menggambarkan
kemewahan dan dinilai merusak kaum muda China. Bahkan, sinetron itu dianggap
sebagai "heroin elektronik". Pemerintah China juga menerapkan
pengetatan dalam mengatur tayangan hiburan di stasiun-stasiun televisi. Kita
tampaknya harus belajar dari negeri China. Bangsa ini mesti telaten mengurusi
sinetron dan televisi berpamrih budaya ketimuran, etis, agama dan generasi masa
depan bangsa. (Joko Trendezia)
Tag :
lifestyle
1 Komentar untuk "Soal Sinetron, Belajar dari Negeri China"
,KISAH NYATA ,
Aslamu alaikum wr wb..Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Bismillahirrahamaninrahim,,senang sekali saya bisa menulis dan berbagi kepada teman2 melalui room ini,
sebelumnya dulu saya adalah seorang pengusaha dibidang property rumah tangga dan mencapai kesuksesan yang luar biasa,
mobil rumah dan fasilitas lain sudah saya miliki, namun namanya cobaan saya sangat percaya kepada semua orang,
hingga suaatu saat saya ditipu dengan teman saya sendiri dan membawa semua yng saya punya,
akhirnya saya menaggung utang ke pelanggan saya totalnya 470 juta dan di bank totalnya 800 juta ,
saya stress dan hamper bunuh diri anak saya 2 orng masih sekolah di smp dan sma,
istri saya pergi entah kemana dan meninggalkan saya dan anakanaknya ditengah tagihan utang yg menumpuk,
demi makan sehari hari saya terpaksa jual nasi bungkus keliling dan kue,
ditengah himpitan ekonomi seperti ini saya bertemu dengan seorang teman dan bercerita kepadanya,
Alhamdulilah beliau memberikan saran kepada saya, dulu katanya dia juga seperti saya stelah bergabung dengan KI WONGSO hidupnya kembali sukses,
awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama satu minggu saya berpikir dan melihat langsung hasilnya,
saya akhirnya bergabung dan menghubungi KI WONGSO di No +62852-9958-5055.
Semua petunjuk AKI saya ikuti dan hanya 3 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah Demi AllAH dan anak saya,
akhirnya 5M yang saya minta benar benar ada di tangan saya, semua utang saya lunas dan sisanya buat modal usaha,
kini saya kembali sukses terimaksih KI WONGSO saya tidak akan melupakan jasa AKI. JIKA TEMAN TEMAN BERMINAT,
YAKIN DAN PERCAYA INSYA ALLAH, SAYA SUDAH BUKTIKAN DEMI ALLAH SILAHKAN HUB KI WONGSO DI +62852-9958-5055. (TANPA TUMBAL/AMAN).